Ada apa dengan bulan Shofar?

Bulan Shofar adalah bulan kedua dalam penaggalan hijriyah.Orang Jahiliyah kuno sering mengatakan bahwa bulan Shofar adalah bulan sial. Bahkan, di dalam dunia modernpun, masih banyak yang meyakini bahwa bulan Muharram (al-Syura’) dan Shofar. Memang benar, pada 10 Muharram (al-Syura’) banyak insiden menimpa para Nabi, sahabat, dan para ulama’. Sehingga, banyak orang yang mengira bahwa membuat acara, seperti mantu (akad Nikah), bangun rumah, akan menimbulkan dampak yang negative.

Terlebas dari beragam pendapat yang berkembang, para ulama’ sholih pernah mengatakan:[1]’’ Sesungguhnya di dalam bulan shofar akan turun sebuah bala’ (musibah) besar pada hari Rabo.[2] Musibah itu akan diturunkan pada hari tersebut. Agar supaya terhindar dari musibah itu, para ulama’ memberikan panduan praktis do’a sebagai berikut:

Konon, ketika kaumnya Nabi Nuh a.s, dan juga A’ad dan tasmud yang ingkar dengan siksaan putting beluang yang sangat memilukan. Konon, agin yang kencang (sorsor) sangat dingin, menusuk hinga tulang sumsum. Apa yang menimpa mereka, sebuah akibat dari sifat kesombongan, dan tidak mempercayai keberadaan tuhan.

Menurut sebagian riwayat, kaum Nabi Nuh a.s memperoleh dua siksaan yang berturut-turut (mustamir):

  1. Pembalasan Tuhan terhadap kaum Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua perinkat. (1) Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mereka, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau mereka tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya.Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan seksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih lagi memberi kesempatan kepada mereka untuk sedar akan kesesatan dan kekafiran mrk dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mrk yang bathil kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dengan lebatnya dan terhindar mrk dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mahu percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan ari musibah yang mereka hadapi.
  2. Tentangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawapan dengan dtgnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan.

Melihat sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: “Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awam rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah ku janjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta. Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahawa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya membawa berterbangan semua perabot-perabot dan milik harta benda dan melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum Aad menjadi panik mereka berlari kesana sini hilir mudik mencari perlindungan .Suami tidak tahu di mana isterinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya sedang rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu berlangsung selama lapan hari tujuh malam sehingga sempat menyampuh bersih kaum Aad yang congkak itu dan menamatkan riwayatnya dalam keadaan yang menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umat-umat yang akan datang.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya yang kacau bilau dan tenang seraya melihat keadaan kaumnya yang kacau bilau mendengar gemuruhnya angin dan bunyi pohon-pohon dan bangunan-bangunan yang berjatuhan serta teriakan dan tangisan orang yang meminta tolong dan mohon perlindungan.

Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah ” Al-Ahqaf ” sudah menjadi sunyi senyap dari kaum Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana dimana hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi para penziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutamanya dan bulan Syaaban pada setiap tahun.

Allah SWT berfirman, yang artinya:’’ Kaum ‘Aad pun mendustakan(pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku, Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus. yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang. yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang” (Q.S al-Qomar (54:18-20).

Beberapa ulama’ tafsir, seperti Imam al-Bagawi menceritakan, bahwa kejadian itu tepat pada hari rabu terahir (Yaumi Nahsin Mustamir) dengan bulan Shofar.[3] Orang Jawa pada umumnya menyebut rabu itu dengan istilah Rabu Wekasan. Artiynya, pada hari itu tuhan menurunkan bergam penyakit dan musibah. Seorang Ulama’ besar yang terkenal dengan panggilan Syeh Al-Buni menyatakan, agar supaya berdo’a pada awal bulan Shofar


[1] . Ali Qudus, Muhammad. Kanju al-Najah wa al-Surur fi al-Adiyati al-Lati Tasrohu al-Sudur’’, hal 23. Seorang Imam Masjdil haram, 1280-1334 H.

[2] . Orang Jawa sering mengatakan bahwa rabu itu disebut dengan ‘’Rabu Wekasan’’ yang artinya rabu terahir pada bulan Shofar.

[3] . Al-Bagawi, Ibnu Masud. Maalimu al-Tanjiil 7/430, Dar al-Toyyibah- 1997

 

Tentang Abdul Adzim

Abdul Adzim Irsad, telah menyelesaikan pendidikan sarjana bahasa Arab di Umm Al-Qura University Makkah, sekarang sedang menempuh program S3, jurusan pendidikan bahasa Arab di Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang.
Pos ini dipublikasikan di Tak Berkategori. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar