BADAL HAJI: Antara Mafia dan Hakekat

Seorang jama’ah pengajian bertanya:’’ apakah orang yang membadalkan haji itu harus mendapatkan piagam haji? trus, kenapa semua piagam haji yang membadali (namanya sama semua). Mendengar pertanyaan ini, saya sedikit kaget dan tertegun sejenak. Karena jama’ah haji ini ternyata menghadikan (badalkan) haji orangtuanya, tetapi tidak pernah ketemua dengan siapa yang membadalkan haji. Jama’ah haji ini hanya menerima piagam haji atas nama si-fulan.

Saya mencoba menjawab pertanyaan ini dengan segenap ilmu dan informasi yang saya mililiki. Dulu, ketika saya masih di Makkah, seringkali ada orang yang ingin menghajikan orangtuanya yang telah tiada. Lantas, saya carikan orang yang bisa membadilinya. Selanjutnya, antara pihak yang membadalkan dan yang badali bertemu. Setelah sepakat, keduanya bersalaman, seolah-olah keduanya berjanji akan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing dengan sebaik-baiknya.

Setelah ritual haji rampung. Sang pelaksana datang kepada orang yang membadakan ayahnya. Keduanya akrab, karena hakekat badal haji bukan sekedar memberikan uang, tetapi juga membangun persaudaraan antara kedua belah pihal yang terkait. Jika pelaksananya benar-benar amanah, pahala badal haji akan sampai pada orang yang telah tiada. Namun, jika orang tersebut tidak amanah, maka tuhan yang akan membalasnya.

Haji atau badal haji merupakan ritual ibadah yang tidak ada perbedaanya. Bagi setiap umat islam yang telah cukup mampu finansialnya, menunaikan ibadah haji adalah sebuah kewajiban. Sedangkan bagi setiap orang yang pernah melakukan, haji yang kedua adalah sunnah. Dan wajib bagi seorang anak yang cukup mampu, menghajikan kedu orantuanya, baik membadalkan atau menghajikan sendiri.

Persaratan mutlak haji ialaj, sudah mampu secara financial, didukung dengan kondisi fisik dan jiwa yang sehat, serta keadaan yang aman. Jika sudah memenui syarat (istitoah), maka wajib menunaikan haji. Kewajiban haji ini tidak boleh ditunda-tunda bagi yang sudah mampu. Sedangkan bagi yang belum mampu, hendaknya berusaha dan niat untuk mewujudkan kesempurnaan rukun islam.

Bagi yang sudah menunaikan haji, jika memungkinkan bisa menunaikan haji yang kedua, ketiga sampai yang ke-lima. Hanya saja, hukumnya sunnah. Jika masih banyak orang-orang miskin (melarat) disekitarnya. Maka, yang lebih di dahulukan ialah meng-alihkan harta tersebut untuk mereka yang lemah nan tidak berdaya. Sebagaimana kisah Abdullah al-Bubarok yang tidak menunaikan haji, dan memberikan hartanya untuk tetantangganya yang kondisnya sangat mengenaskan.

Bagi orang yang sudah cukup dan sudah menunaikan ibadah haji. Sudah menjadi sebuah kewajiban seorang anak terhadap orangtua atau kakeknya yang sudha tiada (meninggal) untuk menghajikan. Istilah itu sering dikenal dengan ‘’Badal haji’’. Beberapa sahabat melakukan haji untuk orangtuanya. Menurut para ulama’, pahala badal haji sampai pada orang yang dituju, sementara yang melakukan juga memperoleh pahala yang sama dengan orang yang dibadali.

Cerita Nyata Seputar Badal Haji.

Ada seorang laki-laki telah meninggal dunia sekitar sepuluh tahun. Beliau bernama Mbah Sholih, ia tinggal di Solo, Jalan K.H. A. Dahlan, 1/104- Solo- Jateng. Mbah Solih termasuk lelaki yang taat beribadah, walaupun secara financial tergolong kurang beruntung. Akan tetapi, semua itu tidak membuat dirinya lalai terhadap tuhanya. Sebelum sempat menunaikan ibadah haji, karena keterbatasan materi, beliau wafat.

Seiring dengan berjalanya waktu, putra-putrinya tumbuh menjadi anak-anak yang sholih. Mereka menyebar keseluruh pelosok Jawa, seperti Jatim, Jakarta, Jateng, dengan beragam usaha, seperti Guru, Pedagang, bahkan ada yang menjadi penggusaha yang tergolong lumayan sukses.

Puutra yang tinggal di Jakarta adalah termasuk yang berhasil secara Finansial. Sehingga mampu menunaikan Ibadah haji dan umrah wajib. Untuk membukitan bahwa dirinya adalah anak yang baik, maka ia berusaha menunaikan haji (badal Haji) pada tahun berikutnya untuk ayahnya.

Setelah rampung, sang putra kembali pulang ke- Jakarta. Putra-putrinya yang tinggal di Jatim dan Jateng (Solo) tidak tahu bahwa saudara yang di Jakarta itu telah menunaikan untuk ayahandanya yang telah tiada (badal Haji). Saudaranya hanya tahu kalau adiknya menuaniakan haji yang kedua karena rejekinya berlimpah.

Kira-kira sebulan setelah musim haji rampung. Tiba-tiba ada dua orang lelaki datang ke Alamat Mbah Sholih di Solo. Dua lelaki itu membawa alamat persis dengan alamatnya Mbah Sholih. K.H. A. Dahlan, 1/104- Solo- Jateng. Menurut pengakuan dua lelaki itu, Mbah Sholih adalah teman haji selama di Makkah. Mbah Sholih mempersilahkan dua rekan hajinya untuk menjengguknya jika berada di Solo.

Betapa kaget dua lelaki itu, ternyata Mbah Sholih itu sudah tiada sekitar 10 tahun yang lalu. Yang lebih keget lagi, kenapa Mbah Sholih ketika di Makkah itu memberinya alamat rumahnya di Solo persis dengan alamat yang dituliskan? Mendengar penuturan keluarga, dua lelaki teman haji pak Sholih semakin aneh dan heran. Apa mungkin orang yang telah mati bisa hidup kembali, dan bisa menunaikan haji?

Setelah kejadian ini. Keluarga Solo member tahu saudaranya yang baru saja menunaikan haji perihal kejadian aneh itu. Ahirnya, putra yang di solo mengatakan, bahwa tahun ini memang saya berniat haji untuk ayah yang telah tiada. Mungkin karena niat putranya begitu tulus, (bekal) nya juga bersih, sedangkan Ayahdanya adalah orang yang bersih dan taat beribadah kepada Allah SWT, sehingga badal haji itu menjadi sebuah bukti akan ke-sholihan Mbah Sholih di sisi Allah SWT.

Jadi, alangkah indahnya jika sang anak, cucu, menghajikan sendiri kakek atau ayahnya, tanpa harus membayar orang lain. Sebab, ternyata saat ini mencari orang yang dapat dipercaya sangat sulit. Walaupun di Makkah, ternyata banyak juga mafia-mafia yang menjual badal haji itu. Yang lebih ironis, ada juga yang menjadi penge-pul badal haji, kemudian dikomersilkan demim menambah penghasilan tahuanan.

 

Tentang Abdul Adzim

Abdul Adzim Irsad, telah menyelesaikan pendidikan sarjana bahasa Arab di Umm Al-Qura University Makkah, sekarang sedang menempuh program S3, jurusan pendidikan bahasa Arab di Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang.
Pos ini dipublikasikan di HUKUM. Tandai permalink.

Satu Balasan ke BADAL HAJI: Antara Mafia dan Hakekat

  1. adzinshop berkata:

    Memang Miris Mendengarnya, bagaimanapun juga insyallah tak sedikit dari mereka yang jujur insyallah.. tinggal kepercayaan kita terhadap mereka, dan tentunya itu semua adalah masing masing pertanggung jawaban akan dipinta.

    Sesuai dengan tema,barangkali ada yang butuh bantuan badal haji .. silahkan hubungi kami langsung dari saudi arabia.

    http://badalhaji-umrah.blogspot.com/

    atau di

    http://www.kaskus.co.id/thread/5224fe43faca176536000000/jasa-badal-haji-langsung-dari-saudi-arabia–setiap-tahun

    Afwan.. Jazakallahu khairan kasira

Tinggalkan komentar